Pemadaman listrik

Senin lalu, terjadi pemadaman listrik waktu ke kantor (karena biasanya work-from-home a.k.a WFH).
Anehnya, pemadaman ini hanya sebagian, dan anehnya lagi cuma area office aku yang listriknya tetap nyala.

Awalnya nggak nyadar kalau ada pemadaman listrik, karena office di section area-ku terang benderang, staff lain pun kerja seperti biasa.
Ketika lagi rehat sejenak dari melototin laptop dan mengedarkan pandanganku ke segala penjuru gedung, aku lihat section di depanku kok gelap dan hanya diterangi beberapa lampu temaram, yang suka nyala saat kondisi darurat atau mati listrik gitu.

Hmm, mungkin section sebelah dan depan banyak yang WFH, jadi area nya pun gelap karena nggak ada orang, pikirku.

Aku pun kembali ke laptopku dan melanjutkan kerjaan.

Beberapa menit berselang, section sebelah lama-lama rame, grasak grusuk, terdengar bisik-bisik dan suara orang ngobrol. Lho, ada orang toh?! Kupikir pada WFH, tapi banyak orang, tapi office-nya gelap.

Konsentrasiku buyar karena orang-orang makin rame dan sedikit rusuh.
Aku pun menghentikan pekerjaanku sejenak dan kembali melihat sekeliling.
Owalaah, listrik di section lain padam!
Tapi hanya di area-ku dan section administrasi di belakang yang listriknya masih tetap cetar benderang.

Selang beberapa menit, terdengar pengumuman yang menggema di seluruh gedung dan mengumumkan kalau area bulding V2 (area office tempatku) dan V2K sedang terjadi pemadaman listrik besar-besaran, yang penyebabnya masih dalam investigasi.

Disebut pemadaman besar-besaran, karena satu gedung V2 ini ada 10 lantai, lantai B1F untuk gudang dan penerimaan barang/pos/paket, lantai 1~8 untuk office, dan lantai 9 untuk kantin, minimarket, IT station, ATM, dsb.
1 lantai office saja bisa diisi dengan 5-6 section.
Jadi kebayang sebanyak apa orang yang ada di satu gedung.

FYI, gedung V2 dan V2K yang lagi dibicarakan ini baru 1/8 bagian dari seluruh area perusahaan.

Kembali ke pemadaman listrik.
Selain area office yang nggak bisa dipakai, meskipun laptop bisa pakai batre, tapi karena section aku kebanyakan bagian engineering yang perlu komputer high spec dan nggak cukup pake batre aja, ditambah toilet, vending machine, dan alat elektronik lainnya juga nggak berfungsi, serta kantin tidak bisa beroperasi (apalagi pemadaman terjadi satu jam sebelum istirahat siang), maka pihak perusahaan dengan bijak meminta dan merekomendasikan seluruh karyawan yang ada di gedung V2 dan V2K UNTUK PULANG dan lanjut WFH aja!!!

Hebadhnya kantor gue, antisipasinya cepet banget!
Bis jemputan langsung ditambah, jadi nggak usah desek-desekan dan lama nunggu bis, bagi yang nggak bawa kendaraan sendiri.
Trus bagi yang tidak memungkinkan WFH (misalnya karena alat pendukung kerja nggak bisa dibawa pulang kayak laptop, karena banyak engineer), tetap diminta pulang dan dianggap masuk kerja FULL!
Dan jangan lupa untuk makan siang kalo udah nyampe rumah, katanya *ciyee perhatian banget*

IYA! ITU BUAT YANG KENA PEMADAMAN.

Kan, kan, kaaan cuma area office gue yang entah kenapa terang benderang, listrik nyala, semua alat elektronik bekerja dengan sigapnya seperti biasa.

Bos aku yang lagi dinas luar di kota sebelah ngirim email dan bilang kalau kerjaan lanjut di rumah aja.
Nampaknya pihak perusahaan kirim email ke semua pegawai, baik ke email kantor maupun email pribadi buat mengabarkan pemadaman listrik besar-besaran ini, jadinya bos ane tau.

Dengan berat hati aku pun menolak saran baik hati si Bos, karena nggak ngaruh ke aktivitas kerjaku. 
Dan si Bos pun cuma ketawa.

Temanku di section lain yang juga office-nya nggak mengalami pemadaman listrik, curhat kenapa sih nggak semuanya aja mati listrik. Kan pengen pulang juga, katanya.
Haha, kasian. 
Yang pengen pulang malah kondisinya nggak mendukung.

Tapi, emang dasar orang Jepang pekerja keras ya.
Udah disuruh pulang pun, masih aja tetep pengen kerja.

Beberapa staff dari section sebelah yang ngeliat section aku listriknya nggak bermasalah, pada pindah dan cari kursi kosong. Berhubung di section aku pun banyak yang WFH, jadi banyak meja kerja kosong lengkap dengan monitor tambahan, kabel LAN untuk akses internet, dan penerangan cetar.

Area sekitarku yang tadinya nggak begitu rame, tiba-tiba jadi banyak orang.
Duh, menguras energi ini mah kayaknya.

Bener aja, begitu kerjaan selesai dan pulang ke rumah, rasanya CAPEK banget dan energi terkuras habis.
Semoga nggak ada lagi pemadaman listrik, atau kalopun ada, semuanya aja mati listrik. Hahah.


P.S.
Dari email pemberitahuan dari kantor, listrik kembali pulih keesokan harinya. Penyebabnya sendiri bukan dari perusahaan listriknya, tapi kayaknya ada trouble apalah gitu.
Trouble nanggung, mati listriknya aja nanggung-_- #teuteup



[Holiday] : Otaru - Hokkaido

Beberapa lalu gue pergi ke Hokkaido, tepatnya ke Sapporo.

Ini kali ketiga gue mengunjungi pulau paling utara dan paling dingin di Jepang.

Saking dinginnya, suhu antara Hokkaido dan Tokyo bisa beda jauh banget.

Misalnya pas musim gugur November lalu, suhu di Tokyo sekitar 15-18 derajat.

Cerah. Angin biasa aja. Masih bisa jalan-jalan di luar rumah.

 

Di waktu yang sama, saat gue pergi ke Hokkaido, suhu disana minus 1 derajat!

Ditambah badai salju, jalanan penuh es dan angin gelebug dari segala penjuru arah.

Kalo di Tokyo gue bisa nyanyi India pake keliling-keliling di puun *nape harus lagu India?!*,

di Hokkaido yang ada gue nyanyi Let It Go bareng Putri Elsa.

 

"The cold never bothered me anyway"

BOONG BANGET LAH!

DINGIN MAAK!

Makhluk tropis langsung cranky dikasih badai salju.

 

Anyway, kunjungan gue ke Hokkaido ini sebenernya buat nonton konser Arashi.

Karena gue pikir sayang tiket pesawatnya udah mihil dan jauh ke Hokkaido,

ditambah gue lagi libur panjang, kenapa nggak sekalian aja gue ngebolang.

Apalagi waktu itu entah kenapa tiket pesawat ke Hokkaido (LCC) jadi mahal banget,

naik sampe 3 kali lipat, hotel dan hostel pun penuh semua.

Usut punya usut, ternyata mahalnya cuma pas di tanggal konser Arashi.

Di hari lain harganya normal.

Antara senang dan sedih.

 

Gue mulai hunting hotel dan tiket pesawat dua bulan sebelum keberangkatan.

Karena nggak mau ribet dan nyari yang murah, gue pun searching lewat travel web

yang menyediakan tiket plus penginapan.

Setelah nyari sana-sini, akhirnya gue dapet hostel di sekitar Sapporo

lengkap dengan tiket pesawat LCC PP dari Narita Airport ke New Chitose Airport.

 

Hostel yang akan jadi tempat gue menginap adalah Otaru Backpacker Hostel.

Sesuai dengan namanya, hostel ini memang diperuntukkan bagi para backpaker,

yang ternyata udah berdiri selama dua puluh tahun!

Kalo baca dari website mereka, owner hostel ini dulunya seorang backpacker

yang udah melanglang dunia. Kemudian dese pengen membuat sejenis base camp

bagi para backpacker yang mengunjungi Sapporo.

Maka berdirilah Otaru Backpacker Hostel ini.

 

Meski ada di Sapporo, jangan berharap hostel ini ada di tengah kota Sapporo

apalagi deket sama Sapporo Dome, tempat tujuan utama gue buat nonton konser.

Hostelnya ada di pinggiran Sapporo

*yang penting masih masuk kota Sapporo kaan*

 

Karena waktu itu gue langsung menuju tempat konser begitu mendarat di New Chitose Airport,

gue belum tahu gimana akses menuju hostelnya.

Kalo liat di aplikasi Navitime sih, dari Sapporo Dome jalan kaki menuju stasiun terdekat,

trus dari situ naik kereta menuju Sapporo Station dan ganti kereta menuju Otaru Station,

lalu lanjut jalan kaki sekitar 1015 menit.

Semua itu ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit, menurut si Navitime.

 

Konser selesai sekitar jam 21:30.

Karena penontonnya buanyaak banget, dari kursi tempat nonton konser sampai keluar Dome

memakan waktu satu jam.

Udah gitu, dari luar Dome menuju stasiun masih harus ngantri saking mbludaknya penonton,

lalu ngantri lagi di loket kereta karena harus giliran naik kereta.

 

Setelah naik kereta pun, karena orang masih aja mbludak, kereta pun jadi delay.

Waktu tempuh naik kereta jadi molor 30 menit.

Malam itu gue tiba di Otaru Station sekitar jam 23:45.

Gue udah janji sama owner hostel kalo bakalan tiba jam 23:00.

Kesian kan beliau nungguin gue, karena jam malam dibatasi sampai jam 23:00

supaya nggak mengganggu pengunjung hostel lainnya.

Gawat! Bisa-bisa gue nggak dikasih pintu.

 

Begitu keluar dari Otaru Station, jalanan udah ditutupi salju tebel,

ditambah udara yang makin dingin dan badai salju yang mengganas.

Padahal dua hari lalu Sapporo masih cerah terang benderang, entah kenapa pas gue

datang malah badai salju.

Perjalanan dari Otaru Station menuju hostel bisa ditempuh dengan jalan kaki,

tapi melihat badai salju di depan mata dan gue yang udah kecapean plus kedinginan,

membuat gue berpikir alangkah bijaknya kalo gue naik taksi aja ketimbang jalan.

Apalagi jam udah lewat dari jam janjian gue check in di hostel,

tanpa ba bi bu gue pun langsung nyetop taksi.

 

Karena badai salju, taksi pun nggak bisa ngebut.

Tepat jam 24:00 gue tiba di depan pintu hostel.

Untungnya bapa owner masih setia nungguin gue *sun tangan* dan langsung

mempersilakan gue masuk.

Ketika owner hostel ngeliat gue ngegembol tas berlogo Arashi,

dese langsung senyum maklum dan bilang,

"Oh, habis nonton konser Arashi di Sapporo Dome ya.

Pasti penuh banget, makanya sampai larut malam."

Duh, si bapa baek banget. Kayaknya dese udah hapal kalo musim konser Arashi pasti

orang-orang mbludak.


Hostel tempat gue menginap kali ini adalah Otarunai Backpackers Hostel Morinoki.

Hostel yang homie banget, dengan bangunan berdominasi kayu ala Jepang, minimalis tapi rapih dan bersih, ada perpustakaan mini yang kebanyakan diisi koleksi komik Jepang kesukaan owner, kamar dormitory khusu cewek/cowok, kotatsu (meja penghangat Jepang) serta kucing dan anjing peliharaan owner yang unyu plus jinak banget, bahkan sama pengunjung hostel yang baru pertama kali ditemui.




Sila ke sini untuk informasi lebih detail.

[The Otarunai Backpackers’ Hostel Morinoki]


Setelah check in, menjelaskan peraturan dan nunjukin kamar gue, tanpa menunggu dikomando, gue langsung lempar tas dan rebahan….

Pengennya gituuuu.

Tapi gue kudu mandi, gosok gigi, ganti baju dan beresin tas dulu baru bisa ngelonjor santey deh.


Then, bapa owner pun meninggalkan gue dan kembali ke meja kerjanya.

Dia juga bilang kalo ada pengunjung hostel lainnya yang sama-sama nonton konser Arashi, tapi beda hari. Widiiih! Asik donk ada temen.


Kamar yang gue tempatin adalah tipe dormitory alias satu kamar diisi rame-rame, khusus cewek. Ada tiga tempat tidur tingkat di kamar yang gue tempati, yang artinya bisa dihuni sama 6 orang.

Ketika gue lihat sekeliling, tampaknya semua tempat tidur terisi, berarti satu kamar ini full 6 orang termasuk gue.

Gue sendiri dapet tempat tidur di bagian atas, pinggir jendela yang terhubung ke halaman luar hostel, jadi bisa memantau dengan leluasa #HALAH


Karena udah larut malam, semua penghuni kamar udah pada pules, kecuali gue yang masih sibuk grasak grusuk karena baru nyampe. Haha.


…..


Sekitar jam 6 pagi *kalo ga salah, lupa dah saking pulesnya, apalagi gue lagi nggak sholat* gue terbangun dan terlihat tumpukan salju dari jendela kamar di samping tempat tidur.

Oh iya, gue lagi di Hokkaido, jadinya disuguhin pemandangan bersalju pas bangun tidur.

Konser Arashi semalam masih berasa mimpi, jadinya gue masih setengah sadar lagi berada di Hokkaido. Haha.




Selesai mandi, gosok gigi dan ngambil jaket, gue ngesot menuju ruang makan hostel.

Disebut ruang makan pun sebenarnya cuma ruangan kecil dengan satu meja dan beberapa kursi yang biasanya dipake owner dan pengunjung hostel buat makan, yang terhubung langsung dengan dapur dan perpustakaan mini dengan penghangat di pinggirnya, dimana kucing dan anjing peliharaan owner hostel biasanya suka nongki di deket penghangat.


Salah satu sudut di ruang makan hostel.


Oiya, kita kenalan dulu sama si Meng dan Guguk yang “jagain” hostel ini yuk.

Si Meng namanya Momo.

Si Guguk namanya Hagu (dari kata Hug = peluk).

Biasanya Momo senengnya diem di depan penghangat atau jelong-jelong di sekitar dapur. Pokoknya tempat yang anget dan banyak orang.

Sedangkan Hagu senengnya diem di kotatsu atau rebahan di sekitar pintu masuk. Dia bakalan langsung bersuara ketika ada yang mendekati pintu masuk, seakan ngingetin owner hostel kalo ada yang datang.

Karena gue pun “disambut” sama Hagu pas pertama kali datang ke hostel :D


Momo




Hagu


Pagi itu salah seorang staff hostel nawarin apakah mau sarapan disini atau di luar. Kebetulan doi lagi masak buat nyiapin sarapan buat pengunjung hostel.

Dengan membayar 300 yen aja, gue bisa dapet satu porsi sarapan lengkap ala Jepang.

Menunya gimana mood staff hostel-nya, jadi nggak pasti. Haha.


Karena rasanya lebih apdol aja kalo gue sarapan di hotel, masakan buatan rumahan pula, ditambah lagi bisa sarapan bareng sama beberapa penghuni hostel sekalian berkomunikasi sama orang-orang dari berbagai negara, so gue putuskan untuk sarapan di hostel.


Menu pagi itu adalah nasi putih anget, sup miso, asinan lobak dan salad.

Simple tapi rasanya nikmaaat banget.

Pagi itu gue sarapan bareng staff hostel yang masak sarapan, satu pengunjung orang Jepang, satu dari Tiongkok *yang ternyata penggemar Arashi juga* satu pengunjung dari Italy dan satu pengunjung dari Amerika Latin *gue lupa negaranya* tapi dia ngomong pake bahasa Inggris dengan aksen Spanish.


Seneng rasanya bisa ketemu beragam macam orang dari berbagai negara.


Selesai sarapan, gue cus keluar karena pengen jelong-jelong di sekitaran Sapporo.

Karena ini pertama kalinya ke Sapporo, jadi pengen eksplore donk ya.


Sayangnya…..di luar BADAI SALJU bok!

Duh, apa Putri Elsa lagi ngamuk ya, padahal tadi pagi cerah, pas gue keluar malah badai salju.

Tapi, bukan gue yang tukang nekad ini namanya kalo nyerah begitu aja gegara badai salju.

Sambil ngesot menantang badai salju dan setelah jatoh berkali-kali di jalan gegara jalanan licin dan beku *dan gegara gue salah pake sepatu juga sih, harusnya pake sepatu khusus jalanan bersalju malah pake sneaker biasa hahay* gue berjuang menuju Stasiun terdekat.


Dari Stasiun Otaru gue menuju Stasiun Sapporo dengan kereta sekitar 1 jam.

Sepanjang jalan putiiiih bersalju yang bikin gue makin suka sama Hokkaido.

Kapan lagi disuguhi pemandangan kayak gini, mahluk tropis mah seneng-seneng aja. 

Haha.


Setelah sampai di Stasiun Sapporo, gue yang tadinya mau lanjut ke beberapa spot terkenal dan instagramable #CAILEEH di Sapporo, akhirnya mengurungkan niat dan cuma jalan-jalan di sekitaran Stasiun Sapporo.

Badai salju makin ganas dan nampaknya nekad untuk jalan-jalan di tengah badai salju bukan hal yang bijak, sodara-sodara.

Lagipula di sekitaran Stasiun Sapporo juga banyak spot yang bisa dikunjungi.

Diantaranya adalah : SETARBAK!

#MAKSUDLO?!

Haha


Kapan lagi ke setarbak Sapporo coba?! #ALIBI

Nggak ding, gue jalan-jalan sekitaran pertokoan di area Stasiun Sapporo, window shopping, makan siang, dan terakhir ngupi chantieq di setarbak.


Salah satu kuliner Hokkaido yang terkenal adalah Soup Curry, dimana kuah sup-nya nggak begitu kental dengan rasa kare yang khas dan cocok banget dimakan di cuaca dingin.




Soup Curry yang gue pesan adalah Seafood and Vegetables Soup Curry yang berisi bahan makanan laut khas Hokkaido seperti udang, cumi, kerang, tiram plus beragam sayuran mulai dari terung, wortel, akar teratai langsung dari pertanian Hokkaido yang fresh, dengan kuah khas seafood yang bikin badan anget.


Karena hari makin sore dan nggak ada tanda-tanda badai salju bakal reda, gue pun memutuskan kembali ke hostel sebelum matahari terbenam.

Karena kalo udah gelap dan gue belum nyampe di hostel di tengah badai salju, duuh nggak bisa ngebayangin dingin dan rempongnya.


Sesampainya di hostel, gue pun langsung rebahan dan selonjoran di dalam kotatsu sambil baca buku dan ditemenin Hagu yang juga lagi rebahan di sebelah kotatsu.

Malam ini istirahat sepuasnya karena besok gue akan balik lagi ke Tokyo untuk menyudahi ngebolang di Sapporo kali ini.


Meja kotatsu + kopi anget di tengah badai salju itu emang udah yang paling bener.



Dipotoin sama Bapa Owner yang baeeek banget sebelum cus meninggal Hostel.



Terima kasih untuk hostel yang homie dan segala kehangatannya.

Semoga berjodoh dan bisa kembali lagi ke sini.

See you Momo, Hagu!

Thank you, Sapporo!


Sapporo - Hokkaido, November 2019.

  


[Travelling] : Kumamoto


Gue tiba di Kumamoto sekitar jam 14:00, lalu turun di Kumamoto Bus Center, yang berada nggak jauh dari Kumamoto Castle Hall.
Sebelum gue meninggalkan Bus Center, gue pergi ke mesin penjual tiket buat beli
tiket bus ke Kumamoto Airport besok.
Karena sama seperti saat di Fukuoka, gue pun hanya dua hari satu malam stay di Kumamoto,
dan lanjut ke Okinawa untuk destinasi berikutnya.
 
Setelah mengantongi tiket bus ke Kumamoto Airport untuk besok,
gue pun ngesot keluar bus center.
Ketika di perjalanan tadi, gue ngeliat ada pusat perbelanjaan dan mall di sekitaran
Kumamoto Castle Hall, dan rasanya asik juga nongki di sana sambil nunggu jam check-in
gue di hotel tempat nginep malam ini.
 
Apalagi perut udah berontak minta diisi, pasalnya udah lewat jam makan siang.
Di bus tadi gue cuma ngemil biskuit.
Dengan bermodalkan gugel map, gue pun mencari lokasi Kumamoto Castle Hall.
Kali ini gue pake gugel karena bukan saatnya untuk bertualang tanpa peta
ketika perut udah menjerit berdemo minta asupan logistik. Haha.

Kalo udah masuk ke area Kumamoto,
pasti banyak icon Kumamon (maskotnya Kumamoto) di sepanjang kota kayak gini.


Sekitar 10 menit jalan kaki dari bus center, tibalah gue di Kumamoto Castle Hall,
dimana sesuai namanya emoll sekaligus hall guedeee ini deketan banget sama
Kumamoto Castle yang terkenal itu.
Saking deketnya, dari emoll kita bisa ngeliat puncak castle dari kejauhan.
Duuuhh udah nggak sabar ajee pengen ke castle-nya.
 
Karena gue nggak mau pingsan gegara kelaperan saat di tengah-tengah
perjalanan mendaki castle, so yang pertama gue lakukan adalah nyari food court untuk ngisi perut.
Alhamdulillah, di emoll ada food court gedeee dan ramee banget.
Makanan yang dijual pun beragam.
Entah gue yang males mikir, atau entah udah kepalang lapar,
ditambah gue nggak bisa makan babi, menu makan siang yang gue pilih adalah
SASHIMI (lagi) :D



Tapi emang beneran ya, makan sashimi langsung di negara asalnya itu endeuuus banget.
Kagak bosen lah!
Sehat dan fresh pulak!
Kenyang udah pasti, apalagi gue kali ini pun minta nasi pake porsi kuli. Hahaa.
 
Setelah energi terisi dan istirahatin kaki yang pegel, gue pun langsung menuju
tujuan utama apalagi kalo bukan Kumamoto Castle!
Ini pertama kalinya gue ke Kumamoto dan selalu pengen ke Kumamoto Castle.
Akhirnya hari ini impian gue terwujuuut *potong tumpeng*

Didukung cuaca cerah, makin semangat menuju Kumamoto Castle!!


Dari emoll tempat gue makan tadi alias Kumamoto Castle Hall,
tinggal ngesot lurus menuju Kumamoto Castle sekitar 5 menit.
Nggak perlu gugel map, karena dari kejauhan udah keliatan puncak castle
dan kita tinggal jalan menuju puncak castle itu.
 
Begitu tiba di gerbang masuk, kita akan disambut sama maskot Kumamoto, yaitu
karakter berbentuk beruang (bahasa jepangnya beruang = kuma) berwarna item
dengan pipi merah bernama Kumamon.
Kumamon yang unyu ini kadang mukanya ngeselin *digetok* ,tapi gue suka #LHAGIMANA

Imut-imut ngeselin gimanaaa gitu si Kumamon ini.
*sakuin bawa pulang*


Begitu memasuki area halaman castle, kita bakal ngelihat banyak toko yang menjual suvenir
khas Kumamoto dan restoran/cafe buat nyemil-nyemil chantieq.
Disini kita bisa jelong-jelong, ngemil atau belenjong dan ngga dipungut tiket masuk.
Kecuali kalo mau beli makanan atau belenjong, jangan lupa bayar yaa.
 
Setelah puas cuci mata, gue pun ngesot menuju Kumamoto Castle.
Tadinya mau nyari cemilan atau belanja suvenir, tapi gue urungkan niat gue,
karena tujuan utama adalah mengunjungi Kumamoto Castle.
Kalo belanja atau cari cemilan ntar aja pulangnya, takut Castle-nya keburu tutup.
 
Untuk menuju Castle, kita harus menaiki beberapa tangga dan jalan berkelok-kelok,
karena Castle ada di area puncak.
Begitu memasuki halaman utama, kita dipandu sama beberapa staff supaya ngukur suhu badan dulu sebelum memasuki area Castle.
Setelah diukur suhu dan pake hand sanitizer, perjalanan pun dilanjutkan menuju area Castle.
 
Supaya para pengunjung tertib dan mengindari kerumunan,
sepanjang jalan menuju Castle dibuat partisi antara pengunjung yang datang dan pengunjung yang pulang.
Jadi nggak berdesak-desakan.
 
Entah karena hari itu bukan wiken, sepanjang area Castle nggak begitu banyak pengunjung.
Malah bisa dibilang sepi.
Kapan lagi bisa ke Kumamoto Castle dengan suasana sepi begini.
Jadinya nggak kuatir dengan kerumunan dan bisa poto-poto sepuasnya #PENTING.
 
Sebagian area Castle masih dalam proses re-bulid karena gempa di tahun 2016 lalu,
*mohon dikoreksi kalo salah*
sehingga jalan menuju Castle masih berupa tangga dan jalan dari kayu sementara.
Tapi, jangan kuatir, bukan Jepang namanya kalo nggak mengedepankan keselamatan dan estetika.
Semuanya serba bersih, rapih dan aman cencunya.

Masih belum bisa masuk dan ada beberapa barikade di depan Castle,
karena masih dalam tahap re-build.


Sebetulnya dari area toko suvenir sampai halaman depan Castle,
cukup ditempuh jalan kaki dan naik tangga selama kurang lebih 10 menit.
Tapi karena gue banyak berenti buat ngambil poto, video,
bengong gaje dan menatap langit sambil merenungi arti kehidupan #HALAH
jadinya gue baru nyampe di depan Castle 20 menit kemudian.
Beruntung saat itu lagi musim dingin, jadinya nggak terlalu ngos-ngosan keringetan
meski udah jalan dan naik tangga.
Bahkan gue harus buka down-jacket karena badan jadi anget abis naik tangga.
 
Karena Kumamoto Castle masih dalam tahap re-bulid,
jadinya gue cuma bisa masuk sampai halaman depan Castle,
dan belum bisa masuk ke dalam bangunan Castle-nya itu sendiri.
Sedih sih, udah jauh-jauh ke Kumamoto, tapi belum bisa masuk ke dalam.
Yah, semoga gue berjodoh dan bisa dateng lagi ke sini setelah proses re-bulid-nya selesai.
Amin.



Meski masih dalam proses re-bulid, tapi nggak mengurangi kemegahan Kumamoto Castle.
Baru berdiri di depannya aja rasanya udah WOW banget, beneran Japanese Castle itu keren ya!
Nggak sabar deh nunggu proses re-build-nya selesai dan ngeliat Kumamoto Castle yang utuh.
Pasti lebih keren dan megah.

Benteng sudah kami kuasai, Yang Mulia!
*yang nggak asing dengan dialog ini, berarti umur kita nggak beda jauh. Wakakak*
#BAKAR KTP


Di sekitar Kumamoto Castle ada juga beberapa wisatawan domestik (orang Jepang, bok)
yang mengunjungi Castle.
Meski nggak banyak, mengingat masih dalam masa pandemi plus bukan lagi wiken,
lumayan lah nggak sepi-sepi amat.
Disana juga ada beberapa petugas Castle yang dikit-dikit ngasih cerita dan guide tentang Kumamoto Castle.
 
Gue yang kepo pun langsung sok ikrib dan ngedeketin bapa-bapa petugas yang lagi nyeritain
story tentang Kumamoto Castle ke beberapa pengunjung, buat ikutin dengerin ceritanya.

Kalo cuacanya hangat, betah dah gue seharian ngelamun disini sambil memandangi
Kumamoto Castle yang megah ini.


Setelah puas memandang kemegahan Castle *masih pengen stay di deket Castle sih sebenernya*, ditambah udara yang makin lama makin dingin
*bulan Desember bok!*
gue pun pergi meninggalkan Kumamoto Castle dan kembali ke bawah buat cari cemilan #TEUTEP
Dingin-dingin begini, yang paling cocok buat ngemil di area Kumamoto Castle adalah
SOFT ICE CREAM!
Nyahahahaa.
Nggak ada hubungannya sama cuaca dingin, teutep aja gue mah doyan es krim.
 
Apalagi ketika jalan-jalan cuci mata keliling sekitar souvenir shop dan food area di Castle,
gue menemukan ada yang jual Strawberri Soft Ice Cream yang yaowloooo tampilannya unyuuu banget.
Salah satu yang bikin seneng wisata kuliner di Jepang adalah wujud makanan di menu (gambar/poster, dsb) pasti sama dengan wujud aslinya alias kagak bikin pehape!



 
Sambil duduk di bangku yang disediain kedai es krim, gue pun menikmati dan melahap habis strawberry soft ice cream,
sambil sesekali merhatiin orang-orang yang lewat hilir mudik di sekililing kedai.
 
Puas meng-eksplore Kumamoto Castle, kenyang makan es krim, gue pun beranjak menuju destinasi berikutnya.
Dibilang destinasi berikutnya pun sebenernya gue nggak merencanakan kemana-mana,
karena ya emang ngebolang kali ini bener-bener tanpa rencana,
pokoknya santey, terserah kaki mau kemana, terserah mood lagi pengen ngapain,
sambil ngelamun jalan-jalan pun oke.

Ngelamun sambil ngeliatin sungai dari atas jembatan aja udah bahagyaah.
*anaknya gampang seneng*


Karena masih ada beberapa jam sebelum waktu check in hotel, dan kaki gue udah gempor jalan kaki, gue pun memutuskan nongki di coffee shop aja sambil nunggu waktu check in.
Ya dimana lagi kalo bukan setarbak. Haha.
Tadinya sih pengen nyobain coffee shop lain, tapi berhubung hari makin sore dan pengunjung pun makin rame, yang berimbas cafe-cafe mulai penuh, plus cuma setarbak yang gue temukan ada kursi kosong, yaude gue ngesot ke setarbak.
 
Sekitar jam 18:00 gue meninggalkan setarbak setelah habis menyeruput segelas Americano hangat, dan langsung menuju hotel karena udara makin dingin menusuk tulang.
Oiya, nggak lupa beli beberapa makanan dan cemilan di minimarket buat nemenin makan malam ntar.
Apalagi hari ini kan Music Station Super Live tayang, plus jadi perform-nya Arashi yang terakhir
sebelum mereka hiatus.
Jadi harus siap sedia cemilan buat nemening nonton.

Di dalam hotel pun disambut sama Kumamon.


Setelah check in beres, gue pun langsung menuju kamar, simpen barang-barang, mandi,
dan leyeh-leyeh nunggu Music Station tayang sambil istirahatin kaki yang udah berjuang dipake ngebolang seharian ini.
Kali ini gue pilih hotel dengan kamar sendiri, mengingat di Fukuoka sebelumnya gue nggak bisa tidur gegara room mate gue grasak-grusuk tengah malem. Hadeuh.
Apalagi gue pengen nonton Music Station tanpa gangguan, jadinya gue pilih private room.
 
....
 
Lagu Arashi di hape gue berbunyi, menandakan waktu tepat jam 5:00 pagi,
sesuai dengan waktu alarm yang gue setting semalam.
Setelah sholat subuh, gue pun mengambil jaket, smartphone dan earphone,
lalu pergi keluar buat jalan-jalan pagi.
 
Suhu udara Kumamoto di bulan Desember yang cuma satu digit, membuat gue harus menarik resleting down jacket gue sampai ke atas leher.
Dingin dan ngantuk udah pasti, tapi kapan lagi gue bisa jalan-jalan pagi di sekitaran Kumamoto Castle?!
Apalagi habis sholat subuh ketika orang-orang masih terlelap,
bisa jalan-jalan pagi itu entah kenapa rasanya bahagia banget.
 
Dari hotel tempat gue menginap, cukup ditempuh sekitar 6 menit jalan kaki,
gue pun sudah tiba di halaman depan Kumamoto Castle.
Sambil menunggu matahari terbit, gue jalan-jalan sambil sesekali ngambil foto.
Widiiih, kapan lagi menikmati Kumamoto Castle sepagi dan sesepi ini.





Matahari terbit di sekitar Kumamoto Castle.


Sekitar jam 6:30 gue kembali ke hotel, mandi, dan packing karena pagi ini gue langsung check out, lalu sarapan.
Karena bosen makan makanan minimarket mulu, gue sengaja booking sarapan hotel pagi ini.
Lagian butuh tambahan gizi pulak buat ngebolang ke destinasi selanjutnya.
 
Masa pandemi memang bener-bener bikin dunia berubah.
Hall tempat gue sarapan pagi itu sepiiiii banget, pengunjung yang ada disitu palingan cuma 5-6 orang, termasuk gue.
Padahal ketika gue ngebolang sebelum pandemi, kalo sarapan di hotel tuh pasti lumayan penuh.

Yaowlooo itu Kumamon pake masker kenape unyuuu banget!


Selesai sarapan, gue pun check out dan ngesot menuju terminal bus.
Destinasi ngebolang selanjutnya alias yang terakhir adalah Okinawa.
Dari Kumamoto, gue naik bis menuju Kumamoto Airport yang ditempuh sekitar 1 jam.
Dari Airport gue akan naik pesawat lokal menuju Naha Airport, Okinawa.

See you, Kumamoto!
See you, Kumamon!
Semoga kita berjodoh dan bisa ketemu lagi!


Perjalanan Kumamoto → Okinawa memakan waktu sekitar 2.5 jam dengan pesawat.
Udah nggak sabar pengen cepet-cepet nyampe pulau paling selatan di Jepang yang katanya
iklimnya mirip-mirip Indonesia.
 
Cerita ngebolang di Okinawa lanjut di postingan lain ya.
See you in Okinawa!


[Slice of Life] : Vaksin COVID-19

Hari Sabtu lalu (9/25) gue pergi untuk vaksin COVID-19 untuk yang pertama kalinya.

Iya, gue baru dapet giliran vaksin di akhir September,

yang mana kalo dibandingin beberapa temen, keluarga atau kenalan gue yang lain,

keitung lambat.

 

Vaksin yang gue dapet ini datangnya dari daerah tempat gue tinggal.

Sebetulnya, kantor tempat gue kerja juga menawarkan vaksin,

cuma kuotanya terbatas dan yang didahulukan adalah karyawan yang kerja langsung di lapangan

atau di bagian yang bersentuhan langsung dengan pelayanan publik,

kayak cleaning, kantin, general affairs, dan sebagainya.

 

Karena gue setiap hari work from home (WFH) atau disini lebih sering disebut Telework,

alias nggak perlu datang ke office dan bertemu banyak orang,

so gue dan karyawan sejenis lainnya memiliki prioritas rendah dalam mendapatkan vaksin,

alias dapet giliran paling bontot.

 

Setelah menimbang, memilih dan mikir segala pretelannya,

gue pun memutuskan untuk vaksin di daerah tempat tinggal gue.

Alasannya karena deket rumah, bisa pergi hari libur (sesuai jadwal yang kita booking)

dan pulangnya bisa langsung belenjong, karena tempat vaksin-nya di emoll *Nyahaha*

Lagian, kalo gue vaksin di kantor, kudu datang ke kantor dan cuma menyediakan jam vaksin

di jam kerja alias weekdays.

Males. *dikepret*

 

Vaksin di daerah tempat tinggal gue udah dibuka sejak awal Agustus lalu sebetulnya.

Tapi, ya kembali lagi ke urutan prioritas.

Karena gue nggak termasuk petugas medis, lansia, dan sejenisnya,

maka gue baru dapet giliran vaksin pertama di akhir September.

Sedangkan bagian keduanya nanti di pertengahan Oktober.

 

Di sini (Jepang), prosedur vaksin diawali dengan datangnya pemberitahuan lewat pos dari

kantor walikota setempat.

Pemberitahuan dikirim ke setiap rumah penduduk yang terdaftar di buku besar kota tempat dia tinggal.

Isi pemberitahuan udah sepaket dengan kartu vaksin yang musti dibawa saat vaksin ntar,

cara booking tanggal, tempat dan jam vaksin, beberapa prosedur, petunjuk, peringatan

dan sejenisnya terkait vaksin dan COVID-19, serta formulir apakah bersedia di-vaksin/tidak

dan diagnosa dari dokter apakah memungkinkan untuk divaksin atau tidak.

(Diagnosa ini diputuskan di tempat saat vaksin ntar)

 

Setelah booking lewat aplikasi yang ditunjuk di surat pemberitahuan,

kita tinggal cek lokasi vaksin dan tunggu sampai hari H deh.

 

Lalu, setelah menunggu 13 kali purnama #HALAH,

hari H pun tiba.

 

Gue booking di hari Sabtu jam 12:30.

Sekitar jam 12:00 gue udah cuss dari rumah menuju emoll tempat vaksin,

karena kudu jalan kaki sekitar 20 menit sampai ke tempat vaksin.

Kagak ada gojek ato angkot, mbak.

 

Tempat vaksin ada di AEON Mall deket rumah gue, di lantai 6.

Begitu tiba di emoll, gue melihat jam menunjukkan pukul 12:26,

setdaah gue terlalu nyantey!

Ini Jepang, bro! Kagak ada acara ngaret, semua kudu on time!

Gue pun langsung ngibrit nyari lift untuk menuju ke lantai 6.

 

Begitu gue tiba di lantai 6 dan pintu lift terbuka,

disana gue melihat hall luas yang udah di setting sedemikian rupa jadi tempat vaksin,

lengkap dengan rute dan tenda sementara tempat vaksin plus ruang tunggu.

 

Begitu keluar dari lift, seorang staff pria berumur sekitar 60-an menghampiri gue

dan memandu menuju pintu masuk supaya gue nggak salah jalan.

Tau aja si bapa kalo gue tukang nyasar, bahkan di dalem gedung pun gue mah langganan nyasar.

 

Setelah menemukan papan petunjuk bertuliskan "PINTU MASUK"

gue pun menuju area tersebut dan disana sudah menunggu staff lain yang dengan sigap

memberitahu gue kalo area ini untuk vaksin type Pfizer, sedangkan untuk type Moderna

ada di lantai lain.

Setelah meyakinkan kalo gue dapet kartu vaksin untuk type Pfizer,

staff tersebut langsung ngukur suhu badan gue dan memberikan hand sanitizer.

 

Setelah itu gue dipandu sama staff lainnya menuju area pendaftaran.

Disana sudah menunggu staff yang akan meminta gue untuk menunjukkan kartu vaksin,

formulir diagnosa yang udah diisi sebelumnya di rumah, dan kartu identitas.

Gue juga diminta untuk menyebutkan nama lengkap sebagai konfirmasi

dan mencocokkan dengan kartu identitas.

 

Setelah semua persyaratan yang gue bawa lengkap dan nggak ada masalah,

gue pun diminta untuk menuju bagian pendaftaran kedua (entah apalah ini namanya),

yang pasti disini gue dikasih nomor urut vaksin, dan dicek lagi kelengkapan dokumen gue.

 

Dengan mengantongi nomor urut vaksin, gue pun menuju tenda-tenda kecil di bagian tengah hall

yang bakal dipake untuk tempat menyuntikkan vaksin.

Sebelum masuk ke tenda, gue diminta menunjukkan nomor urut,

lalu gue dipandu ke salah satu tenda untuk mendapatkan suntikan vaksin.

 

Di dalam tenda, gue diminta menunjukkan nomor urut dan kartu vaksin.

Lalu, petugas medis tanya lengan kanan atau kiri yang mau disuntik.

Lha ya gue mah yang mana aja sih...

Tapi petugas medis bilang, kalo kita biasa pakai tangan kanan,

sebaiknya yang disuntik tangan kiri.

Dan gue pun nurut.

 

Selagi petugas medis menyiapkan vaksin, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan

sebagai bahan pertimbangan apakah gue memungkinkan untuk mendapatkan vaksin hari itu

atau tidak.

Seorang dokter pria berumur sekitar 60-an mendatangi gue dan membaca formulir diagnosa.

Ketika dia baca nama gue yang disitu langsung ketahuan kalo gue orang asing,

dese lalu tanya, "Ini dipanggilnya apa?" karena bingung nama gue panjang banget.

 

Setelah gue memberikan nama panggilan, bapa dokter itu nanya lagi.

"Bahasa Jepang OK?"

"Yoi, Dok" *sok ikrib emang*

"Bahasa Inggris?"

"No problem, Bro!" *lama-lama dikepret pake stetoskop dah gue*

"Dari negara mana?" dia nanya lagi

"Indonesia"

"Oooh, Indoneshaay" entah kenapa si bapa dokter satu ini ngucapin Indonesia pake logat Cinta Laura.

 

Setelah beberapa pertanyaan lanjutan, kayak apakah gue punya alergi,

apakah gue memiliki riwayat penyakit berat, apakah gue sedang dalam masa penyembuhan

atau minum obat dari dokter,

yang semuanya gue jawab NO,

bapa dokter pun memutuskan bahwa gue memungkinkan untuk mendapatkan vaksin di hari itu.

Ditambah gue pun menyetujui untuk diberikan vaksin.

 

Petugas medis yang tadi nyiapin vaksin pun datang dan gantian dengan dokter

yang pergi ke tenda selanjutnya untuk mendiagnosa orang berikutnya.

Beberapa detik kemudian, jarum suntik udah mendarat dengan mulus di lengan kiri gue

dan vaksin COVID-19 pun masuk meresap ke seluruh jiwa dan raga gue #HALAH

 

Setelah proses penyuntikan vaksin yang nggak sampe semenit itu selesai,

gue pun keluar tenda dan dipandu sama staff lainnya untuk menuju ruang tunggu.

Setelah vaksin disuntikkan, kita harus nunggu selama 15 menit untuk melihat reaksi vaksin.

Karena dikhawatirkan setelah vaksin ada yang merasa pusing, mual, lemas tidak berdaya gundah gulali.

 

Kartu vaksin yang gue bawa tadi diserahkan ke staff untuk dikasih tanda (kayak stiker gitu)

sebagai bukti bahwa gue udah vaksin.

Bukti vaksin bisa diambil setelah waktu tunggu 15 menit gue selesai.

 

Yang paling menarik dari proses vaksin ini adalah ruang tunggu.

Emang dasar orang Jepang yang selalu teratur, teroganisir, on time, dan nggak suka hal-hal yang mubazir,

semua serba rapih.

 

Gue dipandu ke ruang tunggu dimana disana udah tersedia banyak kursi dan beberapa monitor gede.

Gue duduk sesuai urutan nomor vaksin, dan gue bisa ngeliat nomor urut vaksin gue

di monitor gede ditambah notifikasi berapa sisa waktu tunggu gue.

 

Orang yang waktu tunggu-nya udah habis alias udah 15 menit,

maka si monitor bakal otomatis mengumumkan nomor vaksinnya sudah bisa cuss meninggalkan ruang tunggu,

lalu ngambil kartu tanda sudah vaksin dan meninggalkan tempat vaksin.

 

Di monitor terpampang countcown waktu tunggu.

Mulai dari 15 menit, 10 menit, 5 menit ampe 2 menit lagi gue bisa meninggalkan ruang tunggu pun

ada notifikasinya.

Setdaaah detail amat ya! Hebat dah Jepang!

Jadi semuanya dapet waktu tunggu sama rata 15 menit,

kagak ada yang curi-curi waktu pengen cepet-cepet pulang,

kagak ada juga yang lupa gue udah nunggu disini berapa menit?

Udah pas 15 menit kah atau ternyata udah 15 taun nggak pulang-pulang? #HALAH

 

Di sekitar ruang tunggu pun banyak staff yang stanby untuk memonitoring,

sapa tau ada yang ngerasa kondisi badannya kurang baik sesudah vaksin.

Jadi bisa gercep ngasih pertolongan.

 

Setelah tepat 15 menit dan nomor urut gue terpampang di monitor yang menandakan

gue udah bisa meninggalkan tempat vaksin,

gue pun beranjak dari tempat duduk dan menuju loket buat ngambil tanda sudah vaksin gue.

Setelah kartu tanda sudah vaksin di tangan, gue pun mengucapkan terima kasih sama staff,

lalu cuss pulang deh.

 

.....

 

Vaksin kedua gue dilakukan di tanggal 16 Oktober, dengan jam booking yang sama.

Prosedur dan tata caranya sama kayak vaksin pertama.

Dan seperti biasa, dokter dan petugas medis yang ngeliat nama gue bukan nama orang Jepang,

langsung tanya-tanya dan ngobrol.

Gue seneng banget kalo diajak ngobrol gini, maklum sejak covid jadi jarang ketemu manusia. Haha.

 

Dokternya kali ini nanya pake bahasa Inggris pulak.

Aya aya wae lah si bapa dokter ini.

Trus dia bilang kalo vaksin kedua ini sebisa mungkin menghindari makan pedes.

Waduuuuh, makanan pedes itu udah jadi jati diri sayah, pa!

Haha.

 

Setelah vaksin kedua selesai, seperti sebelumnya, gue pun dipandu untuk nunggu di ruang tunggu

selama 15 menit.

Setelah kelar nunggu, gue pun cuss ngambil kartu tanda udah vaksin dan cuss pulang...

eh, belenjong dulu deh. Mumpung udah ke emoll. Nyahahaha.





Pemadaman listrik

Senin lalu, terjadi pemadaman listrik waktu ke kantor (karena biasanya work-from-home a.k.a WFH). Anehnya, pemadaman ini hanya sebagian, dan...