Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?”

Saya sering dengar dan baca kutipan ini. Entah dari televisi, radio atau artikel maupun quotes random di internet.

Saya setuju, tapi kenyataannya tidak semudah itu. Orang lebih suka berbicara ketimbang mendengarkan. Apalagi membicarakan tentang dirinya sendiri.

Saya bukan tipe yang suka apalagi pandai berbicara atau mengungkapkan apa yang saya rasakan, apa yang saya pikirkan, apa yang saya inginkan secara verbal. Bukan, bukan karena saya pemalu #PEMALU DARI HONGKONG! Yang ada mah malu-maluin nyahahaa

Ketika saya masih menggeluti dunia kerja di bidang Interpreter, saya tidak mengalami kesulitan berbicara di depan puluhan bahkan ratusan orang. Saya bisa mencerna bahasa asing yang saya dengar dan menginterpretasikan kepada orang-orang di depan saya dengan lancar, tidak peduli jumlah mereka.

Itu karena saya hanya menyampaikan interpretasi saya dari satu orang ke orang lain. Saya hanya menjembatani mereka. Saya bukan bicara apa yang saya pikirkan atau apa yang saya rasakan. Jadi, didengar atau tidak pun tidak masalah. That’s just one of my task or job, not my true feelings.

…. 

Saya tidak begitu suka bicara atau mengungkapkan ekspresi saya lewat verbal karena saya tidak mau buang-buang waktu dan energi untuk orang yang tidak mendengarkan.

Mendengarkan dengan tulus dan benar-benar menyimak.

Kalau cuma mendengarkan ngasal lalu ngangguk-ngangguk saja, sama aja percuma sih.

Percaya deh, saya dan mungkin banyak orang di luar sana, bisa membedakan kok mana orang yang benar-benar mendengarkan cerita atau obrolan kita, dengan orang yang cuma asal mendengarkan.

Saya juga tahu *and I believe you feel same too* mana orang yang benar-benar bertanya karena berminat dan akan mendengarkan jawaban atau cerita kita dengan tulus, dan orang yang cuma nanya karena basa-basi, cari bahan obrolan karena takut canggung kalo silent, lalu ketika dia menemukan hal lain yang lebih menarik minatnya, dia ngeleos pergi atau asal-asalan mendengar.

Beberapa waktu lalu, ketika saya sedang ngobrol dengan kenalan saya, dia seolah-olah menunjukkan minat pada sesuatu yang akan saya ceritakan. Karena dia nampak antusias dan banyak bertanya, jadi ya saya ladenin. Saya senang dia berminat dengan cerita saya, jadi saya juga antusias bercerita.

Ketika di tengah cerita, karena ada beberapa hal yang saya lupa, jadi saya berpikir sejenak untuk mengingat beberapa hal dan mencoba searching di smartphone. Saya melepaskan pandangan dari dia selama beberapa detik, dan begitu saya menoleh ke dia lagi, tanpa ada sepatah katapun, “eh bentar ya” “sori bentar” atau apa kek, dia menghilang begitu saja.

Tinggal saya yang cengo ditinggalin.

WOI!!!

ELU PERGI BEGITU AJA?!

Badai aja mau datang kasih pertanda petir geludug hujan atau awan mendung. 

LHA, ELU?!

Ternyata yang saya ajak ngobrol lagi menanggapi panggilan dan obrolan dari orang lain.

Oooh gituuu!

Okelah, gue tau gue bukan prioritas elu! Mungkin orang disana lebih penting, lebih charming, lebih asik diajak ngobrol, lebih seru dibanding gue. 

TAPI YA NGGAK NGELEOS BEGITU AJA KAN?!

Ternyata dia ngajak gue ngobrol, nanya-nanya dengan akting seolah-olah antusias dengan cerita gue itu cuma karena saat itu dia lagi cengo, nggak ada bahan obrolan, nggak ada yang ngajak dia ngobrol juga, apalagi si orang ini tipe yang suka ngobrol, terutama ngomongin tentang dirinya sendiri.

CIH!

Setelah urusan dia beres dengan orang disana, dia balik lagi ke saya sih. Dengan sok ramah seolah-olah nggak ada kejadian apa-apa, dengan wajah tanpa dosa dia bilang “terus tadi sampai mana?”

SAMPAI MANA?

SAMPAI JIDAT ELU!

Karena saya udah terlanjur KHEKI dan kehilangan minat buat ngobrol sama ini orang, saya pun cuma bilang “ya gitu deh”

Ngapain juga gue buang-buang waktu dan energi buat orang yang nggak mendengarkan dengan tulus?

….

Saya suka mendengarkan cerita orang, saya suka melihat ekspresi mereka ketika bercerita, dan kadang saya merasa iri pada mereka yang bisa bercerita dengan baik serta mengungkapkan perasaan mereka secara verbal.

Meski masih jauh dari sempurna, saya selalu berusaha untuk menjadi pendengar yang baik. Saya lihat mata mereka, menanggapi cerita mereka dan berusaha untuk tidak memberikan saran apalagi judgment jika tidak diminta.

Just listening.

Karena saya paham sebagian besar orang hanya ingin ceritanya didengar, bukan dikasih saran macam-macam yang sebenarnya mereka tidak perlu, apalagi jugdment.

Karena saya paham rasanya didengarkan dengan tulus itu sangat menyenangkan dan merasa you matter to me so I listen sincerely.

….

Selama saya hidup di muka bumi ini #HALAH, dari sekian banyak orang yang pernah saya kenal dan temui, hanya ada dua orang yang saya anggap benar-benar pendengar yang baik, saya merasa aman dan nyaman bercerita pada mereka. Saya juga merasa didengarkan dengan tulus dan dihargai. 

Yang seorang adalah Ibu saya.

Yang seorang lagi adalah sahabat saya, yang sekarang tinggal beda negara dengan tempat tinggal saya sekarang.

Dua-duanya tinggal beda negara dan jauh dari tempat saya tinggal, sehingga saya tidak bisa sering-sering bertemu dan ngobrol dengan mereka secara langsung.

Ibu saya ibaratnya,

For the arms to be my shelter through all the rain

For a friend, for a love to keep me save and warm

Dan seorang sahabat yang jauh disana, yang selalu mendengarkan cerita saya, dan entah kenapa saya betah bercerita lama-lama dengan dia. Mungkin karena golongan darah kami sama? Haha

….

Anyway, saya tidak akan memaksakan pada orang di sekitar saya supaya mereka mendengarkan saya kok. Saya tahu mungkin saya bukan prioritas kamu, mungkin saya tidak pandai bercerita, mungkin minat kita tidak sama, atau meskipun kita punya minat yang sama, tapi kamu lebih suka menceritakan tentang diri kamu sendiri, ketimbang peduli atau mendengarkan cerita saya.

It’s OK!

Saya tidak akan membuang-buang waktu dan energi kalian untuk mendengarkan saya.

Karena saya juga tidak akan membuang-buang waktu dan energi saya untuk kalian yang cuma asal mendengarkan karena semata-mata basa-basi, mencari bahan obrolan karena tidak suka silent situation ataupun takut tidak punya teman ngobrol.

Itulah mengapa saya lebih suka diam ketimbang bercerita duluan. Itulah mengapa saya jarang menceritakan tentang diri sendiri pada orang lain. Saya hanya akan memulai cerita kalau ditanya. Daripada GONDOK ditinggalin ngeleos begitu saja, mending dari awal nggak usah buang-buang waktu untuk ngobrol.

I’m OK with solitude and silent situation, kok :)


Nendroid

Beberapa bulan terakhir ini saya lagi seneng-senengnya main sama Nendroid.

Apa itu Nendroid?

Nendroid atau yang biasa disebut dengan nendo, adalah figure karakter anime, manga (komik Jepang), serial TV atau film dengan gaya chibi (memiliki kepala besar dan tubuh mungil), yang diproduksi oleh Good Smile Company (GSC).

Nendo ini umumnya punya ukuran sekitar 10 cm atau seukuran genggaman tangan.

Nendo pertama saya, Levi Ackerman - Attack on Titan

Nendo tidak hanya memuaskan untuk dilihat atau dipajang, tapi bisa juga dimainkan karena dilengkapi dengan parts yang bisa diganti-ganti seperti faceplate dengan berbagai ekspresi, body parts buat berbagai pose, dan tambahan seperti senjata dan action effect. 

Yang paling bikin gemes adalah body parts nendo bisa diganti dengan doll body, yaitu parts yang dijual terpisah dimana ukuran body doll ini sedikit lebih besar dari ukuran nendo aslinya (sekitar 11 cm, tergantung maker). 

Dengan menggunakan body doll, nendo kesayangan kita bisa dipakaikan baju boneka asli (dari kain, kayak baju yang kita pakai) dan lebih mudah digenggam dan dimainkan dengan berbagai pose. 

Kalau yang suka fashion, pasti seneng banget mix and match baju-baju boneka lucu buat dipakaikan di nendo kesayangannya. 



Kembali ke soal saya #penting yang lagi kesengsem banget sama para nendo yang imut ini.

Awal saya suka sama nendo adalah ketika ngelihat nendo Levi Ackerman (Attack on Titan) berseliweran di media sosial, dengan beragam pose, ekspresi dan fashion yang dipamerkan para nendo parents (istilah untuk orang-orang yang mengoleksi nendo).

Sebetulnya saya sudah tahu dan kenal dengan istilah nendo dan seperti apa bentukannya.

Tapi, belum ada rasa kepingin punya apalagi koleksi, karena waktu itu mikirnya apa sih bedanya sama fugure anime/manga?

Paling jatohnya cuma dipajang, dilihat, trus menuhin rak, bikin rumah sempit dan berantakan. 

Apalagi saya yang berprinsip minimalis #GAYA dan nggak suka banyak barang di rumah, karena bikin repot kalo pindah rumah #nyahaha

jadinya saya nggak berminat untuk koleksi figure anime.

Tapi, entah kenapa setelah sering ngeliat nendo-nya Levi, ditambah Levi adalah karakter kesukaan saya di anime Attack on Titan, kok kayaknya lucu juga ya kalau punya satu.

SATU AJA.

CUKUP PUNYA LEVI AJA!

Itu ikrar saya saat itu.

Akhirnya, saya beli deh nendo Levi di salah satu toko online yang namanya kayak nama salah satu sungai di Brazil.

Beruntung saya mendapatkan nendo Levi yang masih baru dengan harga asli, mengingat nendo Levi sudah keluar dari pasaran agak lama, yang biasanya suka susah dapat yang baru dan harganya pun jadi selangit.

Tujuan saya beli nendo Levi adalah buat difoto-foto, dimainin, dan dipajang deket meja kerja.

Saya pun sekalian beli body doll-nya lengkap dengan seperangkat alat sholat eh, baju, celana dan sepatunya.

Karena fashion sense saya jongkok banget, jadinya saya cuma beli satu set t-shirt hitam dan celana baggy dengan corak army serta sepatu kets warna merah.

Iya, itu style saya kalo keluar rumah, jadinya nular ke nendo Levi juga hahaa

*emang pada dasarnya males mikir mau pake (pakein) baju apa*

Untuk merayakan nendo pertama yang saya punya, saya pun sampai bikin video unboxing nendo Levi dan diposting di Instagram!

Tiga minggu berselang setelah nendo Levi pertama saya, begitu banyak waktu yang saya luangkan untuk main sama Levi.

Rasanya tiap saya melirik Levi, saat itu pula saya akan menghabiskan puluhan jepretan kamera smartphone saya untuk mengabadikan figure imut Levi di depan kamera, yang tentunya langsung diposting di media social buat pamer.

Suatu hari, terbersit dalam pikiran saya, kok kasian ya Levi sendirian.

Pasti seru kalau doi juga punya temen, jadi pas difoto nggak sendirian, nggak berasa sepi dan sebatang kara gitu.

Karena saya nge-ship Levi sama Hange di anime Attack on Titan, jadi tanpa banyak ba bi bu, saya pun langsung order nendo Hange Zoe di toko online.


Entah racun nendo ini udah menyebar ke seluruh otak, pikiran dan hati saya atau memang saya yang nggak bisa nahan diri #TUH SADAR
pas lagi searching nendo-nya Hange, kok saya kepincut sama nendo Itadori Yuuji (Jujutsu Kaisen).

Ngeliat faceplate Yuuji dengan ekspresi senyum lebar nan polos ala Yuuji, bikin saya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama sama nendo Yuuji yang super imut ini.

Hasilnya, sudah bisa ditebak, jari-jari saya gatal untuk menekan tombol order di nendo-nya Yuuji.

Tidak butuh lama, saya pun menerima email kalau pesanan untuk nendo Yuuji sudah berhasil dan barang akan dikirimkan dalam beberapa hari.



Selemah dan semudah itu saya terhasut sama keimutan Yuuji.

Hadeuuh.

Ya udah lah, gapapa, yang penting nyesel beli daripada nyesel nggak beli kan?! *PRINSIP HIDUP MACAM APA ITU?!*

Selang beberapa hari, nendo Yuuji datang.

Sayangnya, karena sedikit gangguan teknis, nendo Hange baru datang beberapa hari setelahnya.

Kini, Levi nggak sendiri lagi. Ada Hange dan Yuuji yang menemani.

Abi itu, kelar gitu beli nendonya ?

Cukup dengan tiga anak nendo itu?

CENCU SAJA TIDAK, Pemirsah!

Saya seakan kecanduan dengan keimutan dan kegemesan para nendo, apalagi ngeliat nendo dari karakter Jujutsu Kaisen, maka sudah bisa ditebak selanjutnya, saya pun beli lagi nendo yang keempat, kelima, dan seterusnya seterusnya seterusnyaaa!

Kalau dari urutan beli, setelah nendo Levi, Hange dan Yuuji, nendo yang saya punya berikutnya adalah Gojo Satoru, Inumaki Toge, Ryomen Sukuna, Okkotsu Yuta dan Fushiguro Megumi (anime Jujutsu Kaisen aka JJK). 

Karena JJK lagi tren dan bertepatan dengan tayangnya season kedua, maka saya prioritaskan beli nendo untuk karakter Jujutsu Kaisen.



Pokoknya kalo karakter-karakter kesayangan di Jujutsu Kaisen udah lengkap, saya stop beli nendo!

Itu ikrar saya.

Karena dengan lengkapnya semua karakter kasayangan di JJK, ya udah ya, semua hasrat sudah terpenuhi dan terpuaskan #APA SIH!

Lalu, beneran stop beli nendo?

YA NGGAK! *Nyahahaha*

Setelah Jujutsu Kaisen season dua beres, munculah Haikyuu dengan film barunya dan segala kolaborasinya.

Sebenarnya setelah lengkap nendo JJK, saya beli satu nendo Haikyuu yaitu Tsukishima Kei, karena nggak tahan sama si bocah cool satu ini setelah marathon nonton anime Haikyuu dari season satu sampai season empat.



Tadinya nggak niat buat beli lagi nendo Haikyuu.

Tapi, niat tinggallah niat wahay para hamba nendo. 

Dengan kembalinya para gagak Karasuno melawan baby kitten Nekoma di Haikyuu movie bulan February ini, saya juga nggak mau ketinggalan donk meramaikan Haikyuu movie di tahun ini?! #ALIBI

Sooo, saya pun langsung berburu nendo karakter Haikyuu, yaitu Kenma dan Kuroo (Nekoma Team) untuk permulaan. (((PERMULAAN)))



Apa sih yang didapat dari koleksi nendo ini?

Mungkin nggak semua relate dengan ini, terutama bagi yang nggak ngefans sama anime dan komik Jepang, but it’s OK!

Karena hobi adalah segala hal yang bikin kita senang, nggak peduli apa kata orang, bahkan ketika rangorang bilang apa faedahnya sih? Hhhh

*ketawa jumawa*

Yang saya dapat dari koleksi nendo selama beberapa bulan ini (start April 2023 lalu) adalah rasa senang dan bahagia.

Setiap mainin nendo, fotoin mereka, berpose dengan makanan atau goods/tools/view lainnya, bahkan walaupun cuma memandangi anak-anak nendo yang saya simpan di sebelah laptop dan sesekali dilirik sambal kerja, saya merasa bahagia dan rileks.

Entahlah, kayak ada stock dopamine berlimpah ruah dari anak-anak nendo ini tiap kali saya lihat, sentuh dan uyel-uyel mereka. 



Oiya, dengan playing with nendo ini pun saya merasa lebih bisa konsentrasi dan tidak gampang terdistraksi.

Mungkin efeknya berbeda pada setiap orang, ketika main sama nendo, saya harus ganti parts-nya, ganti bajunya, ganti posenya, mikirin setting background buat difoto, pencahayaan, angle supaya keliatan imut saat di foto dan banyak yang harus saya pikirkan.

Semua itu membuat saya fokus dan lupa dengan hal-hal nggak berguna di luar sana yang bikin overthinking.

Terkadang saya juga bikin short story berupa video reels atau postingan Insta dengan model anak-anak nendo, yang kebanyakan story gaje sih.

Karena saya perlu cari inspirasi #GAYA dan latar, isi cerita, dialog, punch line dan yang lainnya saat bikin cerita, maka isi kepala saya (selain soal ntar malem nonton anime apa) kebanyakan mikirin cerita apa lagi yang mau diposting buat anak-anak nendo. 

Berkat itu, saya jadi nggak punya celah, ruang dan waktu buat mikirin hal-hal nggak berguna di luar sana yang (lagi-lagi) bikin overthinking.



Kalo ada plus-nya pasti ada minusnya donk koleksi dan playing with nendo ini?

Iya iya, semua pasti ada kelebihan dan kekurangannya, nggak ada yang sempurna di dunia ini.

Karena sesungguhnya SEMPURNA itu hanya milik Allah dan lagunya Andra the Backbone #ABAIKAN

Minusnya sih udah pasti menguras kantong. Hahah.

Namanya mainan, benda, dan segala rupa yang dijual, pasti harus dibeli pake uang donk ya.

Karena saya bukan anak dari anggota keluarga Bakrie, jadinya nggak bisa beli nendo seenak jidat.

Harus liat dulu kondisi keuangan, planning sebaik mungkin, jangan sampai gegara nendo saya harus makan nasi kecap atau malah puasa selama 40 hari.

Setelah semua kebutuhan pokok terpenuhi, tabungan untuk kondisi darurat aman, buat beli tiket pesawat buat traveling aman, buat ke event anime sama nonton konser aman, buat ke café anime aman, barulah saya sisihkan budget buat beli nendo. Haha. 

FYI, harga nendo tergantung karakternya.

Biasanya kalau satu karakter nendo partsnya banyak (tangan, kaki, senjata, dan pritilan lainnya) harganya pun bisa lebih mahal.

Harga satu nendo berkisar antara 4000 yen sampai 8000 yen.

Kalau nendo yang ada body doll lengkap dengan baju dinasnya (misalnya kepalanya pake parts nendo Levi, tapi badannya pake body doll, trus lengkap dengan seragam Survey Corps dia dari kemeja, jubah warna ijo-nya, sepatu bootsnya semua lengkap kap kap! Udah tinggal pose SASAGEYO aja si Abang Levi ini) itu bisa berkisar antara 9000 – 10,000 yen bahkan lebih. 

Oiya, body doll juga dijual terpisah, harganya sekitar 1500 yen ~ 2500 yen, tergantung maker.

Lalu bajunya juga (kalo nggak bisa bikin sendiri) beli di rangorang pecinta nendo yang juga bikin baju nendo.
Harganya beragam, dari yang cuma 100 yen sampai yang 8000 yen juga ada.

Silakan konversikan sendiri ke rupiah.

Karena gue suka nyesek kalo dikonversi ke rupiah.

Alhamdulillah saya beruntung bisa tinggal di Jepang dan beli nendo pake Yen *sujud syukur dan sun tangan sama Levi* 

Akan lebih bijak kalo beli langsung ke GSC apalagi pas masih pre-order, karena harganya masih original. Walaupun bakalan harus nunggu puluhan purnama dari pas pre-order sampai barang dikirim.

Kalau udah melewati masa pre-order atau booking ke GSC atau ke distributor resminya, nggak bakalan bisa order lagi.

Palingan ntar pas nendo bersangkutan keluar di pasaran, bakal susyeeeh banget nyarinya sampe putus sampe pengen nenggak baygon #ASTAGFIRULLOH, tobat nak!

Kalopun ada yang jual di free market atau lelang, harganya bisa selangit, apalagi kalo karakternya terkenal banget dan lagi ngetren. 

Satu yang bikin saya nyesel adalah nggak ikutan pre-order nendo Gojo Satoru dan Geto Suguru (Jujutsu Kaisen) versi yang SMA.

Karena di free market harganya jadi EMPAT KALI LIPAT bahkan lebih dari harga normal.

*kadang yang jualan di Mer**ri ini suka nggak mikir, dan kayaknya emang sengaja beli buat dijual lagi. Kan kamfret!* 



Wah, nggak kerasa panjang banget cerita nendo ini.

Intinya sih saya nggak nyesel punya hobi baru koleksi dan main sama anak-anak nendo, dan nampaknya bakal berlanjut untuk waktu yang lama.

Ke depannya mau beli nendo lagi nggak?

Masih belum tau sih, tapi yang pasti sekarang ini saya lagi menunggu beberapa anak nendo yang udah pre-order beberapa bulan lalu.

Ada Levi versi Survey Corps clothes yang datang bulan Maret,

Fushiguro Toji dan Choso (Jujutsu Kaisen) yang bakal nongol di bulan April dan Mei,

lalu faceplate baru dari Gojo, Inumaki, Nanami, Choso, Sukuna dsb yang datang di bulan Juni

Oiya, ada rencana juga mau nambah anak-anak Haikyuu kayak Kageyama Tobio, Bokuto, Akaashi, dan Oikawa Tooru.



Ke depannya mau beli nendo lagi nggak?

PERTANYAAN MACAM APA INI ?!! *nyahahaa*

Pemadaman listrik

Senin lalu, terjadi pemadaman listrik waktu ke kantor (karena biasanya work-from-home a.k.a WFH).
Anehnya, pemadaman ini hanya sebagian, dan anehnya lagi cuma area office aku yang listriknya tetap nyala.

Awalnya nggak nyadar kalau ada pemadaman listrik, karena office di section area-ku terang benderang, staff lain pun kerja seperti biasa.
Ketika lagi rehat sejenak dari melototin laptop dan mengedarkan pandanganku ke segala penjuru gedung, aku lihat section di depanku kok gelap dan hanya diterangi beberapa lampu temaram, yang suka nyala saat kondisi darurat atau mati listrik gitu.

Hmm, mungkin section sebelah dan depan banyak yang WFH, jadi area nya pun gelap karena nggak ada orang, pikirku.

Aku pun kembali ke laptopku dan melanjutkan kerjaan.

Beberapa menit berselang, section sebelah lama-lama rame, grasak grusuk, terdengar bisik-bisik dan suara orang ngobrol. Lho, ada orang toh?! Kupikir pada WFH, tapi banyak orang, tapi office-nya gelap.

Konsentrasiku buyar karena orang-orang makin rame dan sedikit rusuh.
Aku pun menghentikan pekerjaanku sejenak dan kembali melihat sekeliling.
Owalaah, listrik di section lain padam!
Tapi hanya di area-ku dan section administrasi di belakang yang listriknya masih tetap cetar benderang.

Selang beberapa menit, terdengar pengumuman yang menggema di seluruh gedung dan mengumumkan kalau area bulding V2 (area office tempatku) dan V2K sedang terjadi pemadaman listrik besar-besaran, yang penyebabnya masih dalam investigasi.

Disebut pemadaman besar-besaran, karena satu gedung V2 ini ada 10 lantai, lantai B1F untuk gudang dan penerimaan barang/pos/paket, lantai 1~8 untuk office, dan lantai 9 untuk kantin, minimarket, IT station, ATM, dsb.
1 lantai office saja bisa diisi dengan 5-6 section.
Jadi kebayang sebanyak apa orang yang ada di satu gedung.

FYI, gedung V2 dan V2K yang lagi dibicarakan ini baru 1/8 bagian dari seluruh area perusahaan.

Kembali ke pemadaman listrik.
Selain area office yang nggak bisa dipakai, meskipun laptop bisa pakai batre, tapi karena section aku kebanyakan bagian engineering yang perlu komputer high spec dan nggak cukup pake batre aja, ditambah toilet, vending machine, dan alat elektronik lainnya juga nggak berfungsi, serta kantin tidak bisa beroperasi (apalagi pemadaman terjadi satu jam sebelum istirahat siang), maka pihak perusahaan dengan bijak meminta dan merekomendasikan seluruh karyawan yang ada di gedung V2 dan V2K UNTUK PULANG dan lanjut WFH aja!!!

Hebadhnya kantor gue, antisipasinya cepet banget!
Bis jemputan langsung ditambah, jadi nggak usah desek-desekan dan lama nunggu bis, bagi yang nggak bawa kendaraan sendiri.
Trus bagi yang tidak memungkinkan WFH (misalnya karena alat pendukung kerja nggak bisa dibawa pulang kayak laptop, karena banyak engineer), tetap diminta pulang dan dianggap masuk kerja FULL!
Dan jangan lupa untuk makan siang kalo udah nyampe rumah, katanya *ciyee perhatian banget*

IYA! ITU BUAT YANG KENA PEMADAMAN.

Kan, kan, kaaan cuma area office gue yang entah kenapa terang benderang, listrik nyala, semua alat elektronik bekerja dengan sigapnya seperti biasa.

Bos aku yang lagi dinas luar di kota sebelah ngirim email dan bilang kalau kerjaan lanjut di rumah aja.
Nampaknya pihak perusahaan kirim email ke semua pegawai, baik ke email kantor maupun email pribadi buat mengabarkan pemadaman listrik besar-besaran ini, jadinya bos ane tau.

Dengan berat hati aku pun menolak saran baik hati si Bos, karena nggak ngaruh ke aktivitas kerjaku. 
Dan si Bos pun cuma ketawa.

Temanku di section lain yang juga office-nya nggak mengalami pemadaman listrik, curhat kenapa sih nggak semuanya aja mati listrik. Kan pengen pulang juga, katanya.
Haha, kasian. 
Yang pengen pulang malah kondisinya nggak mendukung.

Tapi, emang dasar orang Jepang pekerja keras ya.
Udah disuruh pulang pun, masih aja tetep pengen kerja.

Beberapa staff dari section sebelah yang ngeliat section aku listriknya nggak bermasalah, pada pindah dan cari kursi kosong. Berhubung di section aku pun banyak yang WFH, jadi banyak meja kerja kosong lengkap dengan monitor tambahan, kabel LAN untuk akses internet, dan penerangan cetar.

Area sekitarku yang tadinya nggak begitu rame, tiba-tiba jadi banyak orang.
Duh, menguras energi ini mah kayaknya.

Bener aja, begitu kerjaan selesai dan pulang ke rumah, rasanya CAPEK banget dan energi terkuras habis.
Semoga nggak ada lagi pemadaman listrik, atau kalopun ada, semuanya aja mati listrik. Hahah.


P.S.
Dari email pemberitahuan dari kantor, listrik kembali pulih keesokan harinya. Penyebabnya sendiri bukan dari perusahaan listriknya, tapi kayaknya ada trouble apalah gitu.
Trouble nanggung, mati listriknya aja nanggung-_- #teuteup



[Holiday] : Otaru - Hokkaido

Beberapa lalu gue pergi ke Hokkaido, tepatnya ke Sapporo.

Ini kali ketiga gue mengunjungi pulau paling utara dan paling dingin di Jepang.

Saking dinginnya, suhu antara Hokkaido dan Tokyo bisa beda jauh banget.

Misalnya pas musim gugur November lalu, suhu di Tokyo sekitar 15-18 derajat.

Cerah. Angin biasa aja. Masih bisa jalan-jalan di luar rumah.

 

Di waktu yang sama, saat gue pergi ke Hokkaido, suhu disana minus 1 derajat!

Ditambah badai salju, jalanan penuh es dan angin gelebug dari segala penjuru arah.

Kalo di Tokyo gue bisa nyanyi India pake keliling-keliling di puun *nape harus lagu India?!*,

di Hokkaido yang ada gue nyanyi Let It Go bareng Putri Elsa.

 

"The cold never bothered me anyway"

BOONG BANGET LAH!

DINGIN MAAK!

Makhluk tropis langsung cranky dikasih badai salju.

 

Anyway, kunjungan gue ke Hokkaido ini sebenernya buat nonton konser Arashi.

Karena gue pikir sayang tiket pesawatnya udah mihil dan jauh ke Hokkaido,

ditambah gue lagi libur panjang, kenapa nggak sekalian aja gue ngebolang.

Apalagi waktu itu entah kenapa tiket pesawat ke Hokkaido (LCC) jadi mahal banget,

naik sampe 3 kali lipat, hotel dan hostel pun penuh semua.

Usut punya usut, ternyata mahalnya cuma pas di tanggal konser Arashi.

Di hari lain harganya normal.

Antara senang dan sedih.

 

Gue mulai hunting hotel dan tiket pesawat dua bulan sebelum keberangkatan.

Karena nggak mau ribet dan nyari yang murah, gue pun searching lewat travel web

yang menyediakan tiket plus penginapan.

Setelah nyari sana-sini, akhirnya gue dapet hostel di sekitar Sapporo

lengkap dengan tiket pesawat LCC PP dari Narita Airport ke New Chitose Airport.

 

Hostel yang akan jadi tempat gue menginap adalah Otaru Backpacker Hostel.

Sesuai dengan namanya, hostel ini memang diperuntukkan bagi para backpaker,

yang ternyata udah berdiri selama dua puluh tahun!

Kalo baca dari website mereka, owner hostel ini dulunya seorang backpacker

yang udah melanglang dunia. Kemudian dese pengen membuat sejenis base camp

bagi para backpacker yang mengunjungi Sapporo.

Maka berdirilah Otaru Backpacker Hostel ini.

 

Meski ada di Sapporo, jangan berharap hostel ini ada di tengah kota Sapporo

apalagi deket sama Sapporo Dome, tempat tujuan utama gue buat nonton konser.

Hostelnya ada di pinggiran Sapporo

*yang penting masih masuk kota Sapporo kaan*

 

Karena waktu itu gue langsung menuju tempat konser begitu mendarat di New Chitose Airport,

gue belum tahu gimana akses menuju hostelnya.

Kalo liat di aplikasi Navitime sih, dari Sapporo Dome jalan kaki menuju stasiun terdekat,

trus dari situ naik kereta menuju Sapporo Station dan ganti kereta menuju Otaru Station,

lalu lanjut jalan kaki sekitar 1015 menit.

Semua itu ditempuh dalam waktu 1 jam 15 menit, menurut si Navitime.

 

Konser selesai sekitar jam 21:30.

Karena penontonnya buanyaak banget, dari kursi tempat nonton konser sampai keluar Dome

memakan waktu satu jam.

Udah gitu, dari luar Dome menuju stasiun masih harus ngantri saking mbludaknya penonton,

lalu ngantri lagi di loket kereta karena harus giliran naik kereta.

 

Setelah naik kereta pun, karena orang masih aja mbludak, kereta pun jadi delay.

Waktu tempuh naik kereta jadi molor 30 menit.

Malam itu gue tiba di Otaru Station sekitar jam 23:45.

Gue udah janji sama owner hostel kalo bakalan tiba jam 23:00.

Kesian kan beliau nungguin gue, karena jam malam dibatasi sampai jam 23:00

supaya nggak mengganggu pengunjung hostel lainnya.

Gawat! Bisa-bisa gue nggak dikasih pintu.

 

Begitu keluar dari Otaru Station, jalanan udah ditutupi salju tebel,

ditambah udara yang makin dingin dan badai salju yang mengganas.

Padahal dua hari lalu Sapporo masih cerah terang benderang, entah kenapa pas gue

datang malah badai salju.

Perjalanan dari Otaru Station menuju hostel bisa ditempuh dengan jalan kaki,

tapi melihat badai salju di depan mata dan gue yang udah kecapean plus kedinginan,

membuat gue berpikir alangkah bijaknya kalo gue naik taksi aja ketimbang jalan.

Apalagi jam udah lewat dari jam janjian gue check in di hostel,

tanpa ba bi bu gue pun langsung nyetop taksi.

 

Karena badai salju, taksi pun nggak bisa ngebut.

Tepat jam 24:00 gue tiba di depan pintu hostel.

Untungnya bapa owner masih setia nungguin gue *sun tangan* dan langsung

mempersilakan gue masuk.

Ketika owner hostel ngeliat gue ngegembol tas berlogo Arashi,

dese langsung senyum maklum dan bilang,

"Oh, habis nonton konser Arashi di Sapporo Dome ya.

Pasti penuh banget, makanya sampai larut malam."

Duh, si bapa baek banget. Kayaknya dese udah hapal kalo musim konser Arashi pasti

orang-orang mbludak.


Hostel tempat gue menginap kali ini adalah Otarunai Backpackers Hostel Morinoki.

Hostel yang homie banget, dengan bangunan berdominasi kayu ala Jepang, minimalis tapi rapih dan bersih, ada perpustakaan mini yang kebanyakan diisi koleksi komik Jepang kesukaan owner, kamar dormitory khusu cewek/cowok, kotatsu (meja penghangat Jepang) serta kucing dan anjing peliharaan owner yang unyu plus jinak banget, bahkan sama pengunjung hostel yang baru pertama kali ditemui.




Sila ke sini untuk informasi lebih detail.

[The Otarunai Backpackers’ Hostel Morinoki]


Setelah check in, menjelaskan peraturan dan nunjukin kamar gue, tanpa menunggu dikomando, gue langsung lempar tas dan rebahan….

Pengennya gituuuu.

Tapi gue kudu mandi, gosok gigi, ganti baju dan beresin tas dulu baru bisa ngelonjor santey deh.


Then, bapa owner pun meninggalkan gue dan kembali ke meja kerjanya.

Dia juga bilang kalo ada pengunjung hostel lainnya yang sama-sama nonton konser Arashi, tapi beda hari. Widiiih! Asik donk ada temen.


Kamar yang gue tempatin adalah tipe dormitory alias satu kamar diisi rame-rame, khusus cewek. Ada tiga tempat tidur tingkat di kamar yang gue tempati, yang artinya bisa dihuni sama 6 orang.

Ketika gue lihat sekeliling, tampaknya semua tempat tidur terisi, berarti satu kamar ini full 6 orang termasuk gue.

Gue sendiri dapet tempat tidur di bagian atas, pinggir jendela yang terhubung ke halaman luar hostel, jadi bisa memantau dengan leluasa #HALAH


Karena udah larut malam, semua penghuni kamar udah pada pules, kecuali gue yang masih sibuk grasak grusuk karena baru nyampe. Haha.


…..


Sekitar jam 6 pagi *kalo ga salah, lupa dah saking pulesnya, apalagi gue lagi nggak sholat* gue terbangun dan terlihat tumpukan salju dari jendela kamar di samping tempat tidur.

Oh iya, gue lagi di Hokkaido, jadinya disuguhin pemandangan bersalju pas bangun tidur.

Konser Arashi semalam masih berasa mimpi, jadinya gue masih setengah sadar lagi berada di Hokkaido. Haha.




Selesai mandi, gosok gigi dan ngambil jaket, gue ngesot menuju ruang makan hostel.

Disebut ruang makan pun sebenarnya cuma ruangan kecil dengan satu meja dan beberapa kursi yang biasanya dipake owner dan pengunjung hostel buat makan, yang terhubung langsung dengan dapur dan perpustakaan mini dengan penghangat di pinggirnya, dimana kucing dan anjing peliharaan owner hostel biasanya suka nongki di deket penghangat.


Salah satu sudut di ruang makan hostel.


Oiya, kita kenalan dulu sama si Meng dan Guguk yang “jagain” hostel ini yuk.

Si Meng namanya Momo.

Si Guguk namanya Hagu (dari kata Hug = peluk).

Biasanya Momo senengnya diem di depan penghangat atau jelong-jelong di sekitar dapur. Pokoknya tempat yang anget dan banyak orang.

Sedangkan Hagu senengnya diem di kotatsu atau rebahan di sekitar pintu masuk. Dia bakalan langsung bersuara ketika ada yang mendekati pintu masuk, seakan ngingetin owner hostel kalo ada yang datang.

Karena gue pun “disambut” sama Hagu pas pertama kali datang ke hostel :D


Momo




Hagu


Pagi itu salah seorang staff hostel nawarin apakah mau sarapan disini atau di luar. Kebetulan doi lagi masak buat nyiapin sarapan buat pengunjung hostel.

Dengan membayar 300 yen aja, gue bisa dapet satu porsi sarapan lengkap ala Jepang.

Menunya gimana mood staff hostel-nya, jadi nggak pasti. Haha.


Karena rasanya lebih apdol aja kalo gue sarapan di hotel, masakan buatan rumahan pula, ditambah lagi bisa sarapan bareng sama beberapa penghuni hostel sekalian berkomunikasi sama orang-orang dari berbagai negara, so gue putuskan untuk sarapan di hostel.


Menu pagi itu adalah nasi putih anget, sup miso, asinan lobak dan salad.

Simple tapi rasanya nikmaaat banget.

Pagi itu gue sarapan bareng staff hostel yang masak sarapan, satu pengunjung orang Jepang, satu dari Tiongkok *yang ternyata penggemar Arashi juga* satu pengunjung dari Italy dan satu pengunjung dari Amerika Latin *gue lupa negaranya* tapi dia ngomong pake bahasa Inggris dengan aksen Spanish.


Seneng rasanya bisa ketemu beragam macam orang dari berbagai negara.


Selesai sarapan, gue cus keluar karena pengen jelong-jelong di sekitaran Sapporo.

Karena ini pertama kalinya ke Sapporo, jadi pengen eksplore donk ya.


Sayangnya…..di luar BADAI SALJU bok!

Duh, apa Putri Elsa lagi ngamuk ya, padahal tadi pagi cerah, pas gue keluar malah badai salju.

Tapi, bukan gue yang tukang nekad ini namanya kalo nyerah begitu aja gegara badai salju.

Sambil ngesot menantang badai salju dan setelah jatoh berkali-kali di jalan gegara jalanan licin dan beku *dan gegara gue salah pake sepatu juga sih, harusnya pake sepatu khusus jalanan bersalju malah pake sneaker biasa hahay* gue berjuang menuju Stasiun terdekat.


Dari Stasiun Otaru gue menuju Stasiun Sapporo dengan kereta sekitar 1 jam.

Sepanjang jalan putiiiih bersalju yang bikin gue makin suka sama Hokkaido.

Kapan lagi disuguhi pemandangan kayak gini, mahluk tropis mah seneng-seneng aja. 

Haha.


Setelah sampai di Stasiun Sapporo, gue yang tadinya mau lanjut ke beberapa spot terkenal dan instagramable #CAILEEH di Sapporo, akhirnya mengurungkan niat dan cuma jalan-jalan di sekitaran Stasiun Sapporo.

Badai salju makin ganas dan nampaknya nekad untuk jalan-jalan di tengah badai salju bukan hal yang bijak, sodara-sodara.

Lagipula di sekitaran Stasiun Sapporo juga banyak spot yang bisa dikunjungi.

Diantaranya adalah : SETARBAK!

#MAKSUDLO?!

Haha


Kapan lagi ke setarbak Sapporo coba?! #ALIBI

Nggak ding, gue jalan-jalan sekitaran pertokoan di area Stasiun Sapporo, window shopping, makan siang, dan terakhir ngupi chantieq di setarbak.


Salah satu kuliner Hokkaido yang terkenal adalah Soup Curry, dimana kuah sup-nya nggak begitu kental dengan rasa kare yang khas dan cocok banget dimakan di cuaca dingin.




Soup Curry yang gue pesan adalah Seafood and Vegetables Soup Curry yang berisi bahan makanan laut khas Hokkaido seperti udang, cumi, kerang, tiram plus beragam sayuran mulai dari terung, wortel, akar teratai langsung dari pertanian Hokkaido yang fresh, dengan kuah khas seafood yang bikin badan anget.


Karena hari makin sore dan nggak ada tanda-tanda badai salju bakal reda, gue pun memutuskan kembali ke hostel sebelum matahari terbenam.

Karena kalo udah gelap dan gue belum nyampe di hostel di tengah badai salju, duuh nggak bisa ngebayangin dingin dan rempongnya.


Sesampainya di hostel, gue pun langsung rebahan dan selonjoran di dalam kotatsu sambil baca buku dan ditemenin Hagu yang juga lagi rebahan di sebelah kotatsu.

Malam ini istirahat sepuasnya karena besok gue akan balik lagi ke Tokyo untuk menyudahi ngebolang di Sapporo kali ini.


Meja kotatsu + kopi anget di tengah badai salju itu emang udah yang paling bener.



Dipotoin sama Bapa Owner yang baeeek banget sebelum cus meninggal Hostel.



Terima kasih untuk hostel yang homie dan segala kehangatannya.

Semoga berjodoh dan bisa kembali lagi ke sini.

See you Momo, Hagu!

Thank you, Sapporo!


Sapporo - Hokkaido, November 2019.

  


Are you listening?

 “Kita dianugerahi dua telinga dan satu mulut, bukankah itu berarti kita sebaiknya lebih banyak mendengar daripada bicara?” Saya sering deng...